in

Cek Fakta Sutarmidji Jujur atau “Pengampor”

Tangkapan layar dari pemberitaan Media Kalbar.

Teraju News Network, Pontianak – Media Kalbar sebagai salah satu portal media siber pada Sabtu, 16/9/2023 menyajikan berita berjudul “Infrastruktur Kalbar–Janji Sutarmidji Soal Jalan dan Provinsi Kapuas Raya “Pengampor”, Sangat Perlu Bentuk UPJJ Lagi”.
Berita tersebut di atas menarik sebab ‘bad news is a good news’.

Berita buruk adalah berita yang bagus. Namun perlu ditelusuri lagi kebenarannya dengan cek fakta agar pembaca tidak seperti kuda berkacamata alias membaca dengan kacamata kuda. Demikian ini agar media menjadi media yang mencerdaskan. Adapun pembaca menjadi pembaca yang kritis lagi mencerahkan lingkungannya.

Berita itu diawali dengan Ketua Komisi V DPR RI Lazarus, S.Sos, M.Si yang melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten Sintang untuk melihat kondisi jalan ruas Nanga Mau-Tebidah. Kondisinya memprihatinkan. Bahkan Lazarus menelepon Pj Gubernur Kalbar yang disebut sebagai sindiran kepada Gubernur Sutarmidji yang telah menghapuskan UPJJ (Unit Perbaikan Jalan dan Jembatan) sejak tahun 2020.

“Entah apa pertimbangan Sutarmidji menghapuskan keberadaan UPJJ padahal keberadaannya sangat membantu kami masyarakat perhuluan jika sewaktu-waktu ada jalan atau jembatan yang rusak karena banjir dan sebagainya.”

Narasumber yang dikutip ini anonim. Anonim berarti tidak dicantumkan namanya. Apalagi identitasnya.

Cek fakta menurut ilmu jurnalistik, sumber anonim hanya bisa dipakai jika memenuhi 7 syarat agar pembaca tahu kredibilitas dan tanggungjawab dari narasumber berita tersebut.

Liramedia dari sumber Andreas Harsono–tokoh pers Indonesia–menuturkan, pertama; sumber tersebut berada pada lingkaran pertama peristiwa berita. Artinya, dia menyaksikan sendiri, atau terlibat langsung, dalam peristiwa tersebut. Dia bisa merupakan pelaku, korban atau saksi mata, tapi dia bukanlah orang yang mendengar dari orang lain. Dia bukan pihak ketiga yang melakukan analisis terhadap peristiwa itu. Dia bukan berada pada lingkaran kedua, ketiga, dan seterusnya.

Kedua; keselamatan sumber tersebut terancam bila identitasnya kita buka. Unsur “keselamatan” itu secara masuk akal bisa diterima akal sehat audiens kita. Artinya, entah nyawanya yang benar-benar terancam atau nyawa anggota keluarga langsungnya yang terancam (anak, istri, suami, orang tua, saudara kandung). Kalau sekedar “hubungan sosial” yang terancam, misalnya pertemanan, maka ia tak termasuk faktor “keselamatan.” Kalau sekedar “kelangsungan pekerjaan” yang terancam, masih harus diperdebatkan lagi, apakah benar dia akan kehilangan pekerjaan, dan apakah dia akan sulit mendapat pekerjaan baru?

Baca Juga:  Karnaval Budaya: Gubernur Sutarmidji Ikuti MABM karena Terbanyak - Terrapi dan Ikut Bersholawat

Ketiga; motivasi sumber anonim memberikan informasi untuk kepentingan publik. Kita harus mengukur apa motivasi si sumber memberikan informasi. Banyak kasus di mana si sumber memberikan informasi dan minta status anonim untuk menghantam lawan atau orang yang tak disukainya. Banyak juga kasus di mana informasi anonim diberikan karena hal itu menguntungkan si sumber tapi ia mau sembunyi tangan. Ibaratnya, lempar batu sembunyi tangan.

Keempat; integritas sumber utuh. Orang yang sering mengarang cerita atau terbukti pernah berbohong atau pernah menyalahgunakan status sumber anonim, tentu saja, jangan diberi kesempatan jadi sumber anonim Anda lagi. Periksalah integritas sumber Anda. Biasanya makin tinggi jabatan seseorang, makin sulit mempertahankan integritas dirinya, karena kepentingan makin banyak, sehingga Anda harus makin hati-hati dengan status anonim. Kami praktis punya satu daftar hitam para pejabat atau mantan pejabat Indonesia yang tak boleh kita beri status anonim.

Kelima; harus seizin atasan Anda. Pemberian sumber anonim harus dilakukan dengan sepengetahuan dan seizin atasan Anda. Bagaimana pun juga, editor Anda yang harus bertanggungjawab kalau ada gugatan terhadap kinerja jurnalistik kita. Ini prinsip dalam pekerjaan jurnalisme. Editor punya hak veto terhadap suatu berita tapi si editor pula yang harus masuk penjara atau membayar denda bila kalah di pengadilan. Lebih baik kita berdebat duluan ketimbang ribut belakangan gara-gara suatu berita anonim digugat orang.

Keenam; ingat aturan Ben Bradlee soal sumber anonim harus lebih dari satu. Bradlee adalah redaktur eksekutif harian The Washington Post zaman skandal Watergate. Bradlee pernah mengeluarkan sebuah aturan yang terkenal tentang pemakaian sumber anonim. Dia hanya mau meloloskan sebuah keterangan anonim kalau sumbernya minimal dua pihak, yang independen satu dengan yang lain. Dalam film All the President’s Men, Anda mengenali adegan di mana Bradlee minta reporter Bob Woodward agar sumber anonimnya ditambah dari satu menjadi dua –untuk melakukan verifikasi terhadap informasi yang sama. Dokumen tentu membantu untuk verifikasi sumber pertama.

Baca Juga:  Gubernur Luncurkan Buku "Kacamata Sutarmidji", Prof Edi Suratman: Sutarmidji Bukan Pemimpin Biasa

Ketujuh; sumber anonim harus berjanji bahwa perjanjian keanoniman batal bila dia terbukti menyesatkan. Bill Kovach sendiri menambahkan satu syarat lagi. Kita harus membuat sangat jelas dengan calon sumber anonim kita bahwa perjanjian keanoniman akan batal dan nama mereka akan kita buka ke hadapan publik, bila kelak terbukti si sumber berbohong atau sengaja menyesatkan kita dengan informasinya. Ini perjanjian yang berat karena konsekuensinya bermacam-macam tapi kita harus menjelaskan pada sumber persyaratan ini.

“Kami mohon tujuh syarat ini kita perhatikan sebaik-baiknya. Kebanyakan gugatan hukum muncul dari sumber anonim. Kita tak punya uang untuk membayar pengacara atau denda. Pantau adalah media kecil. Cara untuk menghindar dari keluarnya biaya besar ini adalah menjalankan prosedur jurnalisme dengan disiplin tinggi,” ungkap Andreas Harsono dikutip Liramedia.

“Banyak sumber juga tak tahu bahwa sumber anonim memiliki syarat-syarat. Kami harap Anda mau meluangkan waktu untuk menerangkan tujuh kriteria ini pada orang yang menghendaki status anonim. Dari pengalaman kami, setelah diterangkan panjang lebar, biasanya si sumber mengerti dan mau memberikan informasi dengan identitas lengkap (nama dan atribut). Mungkin informasinya tak spektakular tapi setidaknya ia bertanggungjawab terhadap informasi yang diberikannya.”

Kenapa persoalan sumber anonim ini harus diulas terlebih dahulu, sebab pembaca perlu mendapatkan kesempatan menimbang, apakah narasumber itu kredibel atau tidak? Kredibel itu artinya dapat dipercaya atau tidak? Lagi, apakah narasumber itu kompeten dengan bidangnya atau tidak? Dengan penyuguhan sumber anonim secara serampangan, biasanya yang terjadi, masing-masing pihak melempar tanggung jawab.

Dalam berita di atas, sesuai protap kerja jurnalistik narasumber kompeten yang tak perlu dianonimkan adalah anggota Komisi V DPR RI Dapil Kalbar dari PDIP, Lazarus, S.Sos, M.Si. Aneh bin ajaib pada fakta berita yang disuguhkan tidak ada secuil pernyataan pun yang dinukil padahal bisa diwawancarai di lapangan.

Oleh karena itu wajar muncul berbagai penilaian dari pembaca. Misalnya menyebut berita ini tendensius. Tidak verifikatif. Tidak membuat berita berimbang. Dts. Dsb.

Baca Juga:  Nasdem Sikapi Kekerasan Aparat di Pulau Rampang-Kepri

Teraju News Network mengonfirmasi mantan Gubernur Sutarmidji via WhatsApp dan dijawab pada persoalan jalan provinsi yang panjangnya lebih kurang 1500 km sesuai pemberitaan dalam kondisi baik 80 persen. “Kan yang 20 persen ya itulah. Yang lokasi ini ada delapan perkebunan sawit.”

Selanjutnya mantan Walikota Pontianak dua periode tersebut menegaskan, “Biar saja, masyarakat tahu kok,” ujarnya tidak mau ribut dengan tudingan “pengampor” alias berbohong kepada masyarakat. Baik alasan dihapuskannya UPJJ maupun pembentukan Provinsi Kapuas Raya.

Teraju News Network menelusuri fakta berita bahwa perihal Unit Perbaikan Jalan dan Jembatan (UPJJ) yang diberitakan sudah ditegaskan Gubernur Sutarmidji pada tahun 2019, bahwa seluruh UPJJ akan dihapuskan karena tidak efektif lantaran sering kosong akibat pegawainya menetap di kota. Selain itu status jalan berkenaan dengan tiga hal saja, yakni pembangunan jalan, perawatan dan peningkatan. Oleh karena itu tugas UPJJ kembali ke dinas instansi terkait. Dengan demikian sudah jelas alasan penghapusan UPJJ yakni efektif dan efisien bukannya justru pengampor yang dalam bahasa Hulu berarti pembohong.

Kata pengampor dalam judul “Infrastruktur Kalbar–Janji Sutarmidji Soal Jalan dan Provinsi Kapuas Raya “Pengampor”, Sangat Perlu Bentuk UPJJ Lagi” juga merujuk pembentukan Provinsi Kapuas Raya. Adalah fakta kehadiran Wapres KH Makruf Amin ke Kalbar tahun 2022 diwawancarai media tentang pembentukan Provinsi Kapuas Raya menyatakan sampai saat ini Pemerintah Pusat masih melakukan moratorium daerah otonomi baru (DOB) kecuali di Papua dengan alasan keamanan dan pemerataan pembangunan.

“Selain Kalbar yang menuntut pemekaran, juga ratusan kabupaten dan kota di seluruh Indonesia,” ungkap KH Makruf Amin pada akhir tahun 2022 baru lalu.

Dari seluruh verifikasi dengan cek fakta di atas, tampak benang merah siapa yang jujur dan siapa yang pengampor. Oleh karena itu lembaga negara yang konsen pada menyeruaknya berita-berita bohong menegaskan cara konsumsi media sekarang adalah saring sebelum “sharing”. Cek dan cek lagi secara mendalam sebelum disebarluaskan. (kan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Air Mata, Syahdu dan Haru di Peluncuran Buku Asal Usul Pemilu

MABM-ATL Kalbar Bersama Serumpun Berpantun Susun “Roadmap” Pantun Mendunia