in

Hut Kembar Jur-Sastra Laksana Mutiara

Ai Marhayanti melakukan pemotongan nasi tumpeng

Duduk di kursi sofa panda mendampingi kepala sekolah yang sedang asik menyaksikan atraksi di depan panggung, seorang guru besar pendidikan Universitas Tanjungpura berbisik, “Luar biasa penampilan mereka.” Saya mengangguk setuju.

Saya setuju, bahkan “setuju bingiiits” karena turut menyaksikan bagaimana empat orang berseragam jas biru langit kompak berbagi narasi sebagai Master of Ceremony. Sebuah suguhan pembuka acara yang paling banter kita saksikan di layar televisi dipandu oleh dua orang saja, kini empat! Sebuah ujicoba yang asiiik sekali. Apalagi tidak ada jenjang yang sumbang dari salah satu atau salah dua di antara mereka. Semua mengalir tanpa grogi. Terasa sekali bahwa mereka berdiri dengan kadar nyali yang tinggi.

Di dalam hati, saya berkata bahwa, “Inilah hasil jadi dari kebiasaan praktis ilmu jurnalistik jika sering diaplikasikan di lapangan berupa reportase atau liputan, di mana setiap siswa mau tidak mau dituntut berani memperkenalkan diri, menjelaskan bahwa mereka adalah reporter sekolah yang melakukan pengamatan sekaligus wawancara.

Dan tidak selesai sampai di situ, bahwa mereka juga merancang berita yang hendak dituliskannya, apa judulnya? Judul yang menarik bagaimana? Apa saja isi atau informasi penting yang harus diurutkan di dalamnya, lalu bagaimana menutup tulisannya? Begitupula suguhan gambar atau foto. Apa sudut pandangnya? Apa angle-nya? Bagaimana caption foto tersebut, karena foto sudah mewakili 1000 kata?… Ini semua sebuah rangkaian dealektika keilmuan di mana tidak hanya membangun adrenalin buat berani berkomunikasi–apalagi sekelas MC–bahkan kapasitas berpikir mereka–otak mereka–terasah menjadi ilmuan atau bahkan cendikiawan karena ditempa dengan serangkaian diskusi padat data dan konfirmasi melalui organisasi redaksi.”

Suasana tanya jawab dalam sesi seminar nasional Jur-Sastra di Gedung KH Abdurrani, IAIN Pontianak, 4 Maret 2023.

Hati saya berdesir. Mata saya bahkan berkaca-kaca. Sesekali saya harus menyeka agar tidak terlihat para tamu maupun undangan yang duduk di barisan terdepan. Saya teringat ketika SMA mengelola redaksi majalah dinding dan tabloid kampus dengan rica-rica suasana seperti yang terjadi di depan mata hari ini.

“Sejak pertama kali melangkahkan kaki memasuki ruangan KH Abdurrani ini, saya pikir yang menyambut adalah mahasiswa dan mahasiswi, ternyata siswa-siswi SMA,” sambung guru besar yang juga adalah Ketua Komite Sekolah SMAN 4 Pontianak yang kini sedang menggelar acara puncak Hari Ulang Tahun (Hut) “kembar” pertama sekaligus dirangkaikan dengan seminar nasional jurnalistik bertema “Self Actualization to Build Your Future through School Journalist”.

Baca Juga:  Pernyataan Anhar Gonggong Soal Sultan Hamid Sang Perancang Lambang Negara Diklarifikasi

Saya kembali menganggukkan kepala pertanda setuju. Apalagi yang berbisik dengan mimik muka penuh haru itu adalah mantan Dekan FKIP dua periode, Prof. Dr. H. Martono, M.Pd. Dia sudah puluhan tahun berinteraksi intensif dengan mahasiswa-mahasiswi. Sudut pandang Prof Martono tak akan pernah silaf dalam melihat tumbuh kembang peserta didik.

Sementara acara mengalir dengan sistematis. Dimulai dengan narasi para MC yang untuk ukuran siswa-siswi SMA sudah kategori mahasiswa, kemudian dirijen memimpin ratusan para undangan untuk menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya secara patriotik, hingga pembacaan doa yang sahdu dari dosen FTIK IAIN Pontianak di mana Jusurasan Tadris Matematika bekerjasama dengan SMAN 4 dalam seminar nasional, Sabtu, 4 Maret 2023.

Dekan FTIK IAIN, Dr. Hermansyah, M.Pd yang diwakili Wakil Dekan III saat membuka secara resmi acara puncak Hut-11 Jur-Sastra plus seminar nasional turut memuji penampilan Jurnalistik Saluran Aspirasi Siswa Tetra (Jur-Sastra). “Semua penampilan yang disuguhkan di depan panggung itu sangat luar biasa. Istilahnya, tinggal kita gosok sedikit saja lagi, mereka semua sudah akan bertumbuh profesional.”

Suguhan di depan panggung yang baru saja disaksikan beliau adalah akapela. Sebuah atraksi musik dan lagu tanpa alat musik. Akapela ini semua diolah dari titik artikulasi lidah, gigi, bibir dan mulut. Tetapi tak urung banyak jenis alat musik terdengar sangat jelas di kuping hadirin, seperti piano, tambur, gitar, bas, drumband, hingga suara air diteguk masuk ke kerongkongan. Tak pelak para undangan pun menghadiahi tepuk tangan yang meriah.

Di atas panggung juga ditampilkan drama liputan yang menunjukkan kepiawaian reporter radio di studio, presenter TV di lapangan, hingga atraksi teater berupa shooting film dokumenter. Tak pelak semua penampilan disambut tepuk tangan antusias hadirin.

Kepala Sekolah dengan rambut dwi-warna berimbang antara hitam dan putih dengan penuh wibawa mengakui bahwa dia baru saja mutasi ke SMAN 4 Pontianak. “Ternyata di sini banyak sekali mutiara yang bertaburan,” ungkap Dede Hidayat.

Kepala SMAN 4 Dede Hidayat, S.Pd

Mutiara yang bertaburan itu adalah apresiasi atas segunung prestasi yang telah ditorehkan oleh siswa-siswi Jur-Sastra dalam 11 tahun terakhir. Di mana tercatat 185 prestasi di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional. Lomba di tingkat internasional ini adalah inovasi teknologi tepat guna bagi cendikiawan muda yang diselenggarakan di Taiwan.

Baca Juga:  Lab UMP Gelar Diklat Kepenulisan Hukum

Saya kemudian menghitung dengan kalkulator Smart-Phone. Jika 185 dibagi 11 tahun, akan diperoleh angka minimal dalam 1 bulan, ada saja prestasi lokal, nasional atau bahkan internasional yang berhasil dikemas oleh Jur-Sasra. Dan ini ditayangkan pula dalam bentuk video-klip dan dipajang ke layar monitor lebar yang terpampang di sisi kiri dan kanan panggung. Video-klip ini sudah disaksikan para undangan sejak acara belum lagi dimulai pukul 08.00 pagi.

*

Kehebatan Jur-Sastra tidak lepas dari peran tangan dingin seorang guru muda Bahasa Indonesia yang disematkan panggilannya oleh sisiwa-siswi SMA Tetra sebagai Mama Ayi. Dia seorang wanita berkerudung dan berkacamata yang terlahir dari keluarga Polri sehingga korsa Bhayangkara-nya turut tersalurkan dalam bentuk disiplin diri yang tinggi dengan dedikasi di dunia kependidikan dan kepengajaran. Ia lulusan FKIP Untan dan meneruskan studi magister pendidikannya di kampus yang sama. Segenap kiprahnya itu pun diakui secara nasional sebagai Guru Penggerak.

“Semua bermula dari tantangan Kepala Sekolah 11 tahun yang lalu, Ibu Fatma,” kata sosok bernama lengkap Ai Marhayanti, S.Pd, M.Pd dari atas mimbar.

“Apakah guru Bahasa Indonesia bisa membina komunitas jurnalistik sekolah?” Begitu kalimat Kepala Sekolah Ibu Fatmawati, S.Pd, M.Pd yang setelah memimpin SMAN 4 mutasi ke-SMAN 3 dan berakhir si SMAN-1 sebelum akhirnya ke Dinas Pendidikan serta Bandiklat Provinsi Kalimantan Barat.

Mama Ayi terlecut. Motivasinya tercambuk. Lantas sejak saat itu tangan dinginnya mulai beroperasi sehingga Jur-Sastra benar-benar menjadi mutiara yang bertaburan, persis seperti pengakuan Kepala Sekolah Dede Hidayat, S.Pd di mimbar yang sama.

Kalau 11 tahun yang lalu Jur-Sastra hanya memproduksi majalah sekolah, kini sudah berkembang ke Jur-Sastra Poetry, Jur-Sastra Wall News, Jur-Sastra Broadcast, Jur-Sastra Writer hingga Jur-Sastra TV.

“Apakah selama 11 tahun itu kami berjalan mulus-mulus saja? Tidak. Apakah tidak ada masalah? Bahkan banyak masalah secara internal dan eksternal yang tidak cukup waktu untuk dituturkan satu persatu di sini. Tetapi semua masalah dan tantangan itu kami selesaikan secara bersama-sama dengan prinsip bahwa kami para guru adalah teman belajar bagi para siswa, sehingga mereka bisa membangun soft-skill yang mereka bawa sejak lahir dengan proses pertumbuhan yang sangat luar biasa,” pidato Ai Marhayanti.

Baca Juga:  Mubes VI MABM Kalbar, Angkat Tema Pendidikan sebagai Pilar Utama Bangsa

Perihal soft-skill kemudian diulas Mama Ayi secara lebih panjang lebar melalui sesi seminar nasional dengan bahan presentasi dia bagikan gratis. Ia terampil pula menjawab semua pertanyaan yang meluncur deras kepada dirinya. Termasuk soal keuangan.

“Kalau soal keuangan jangan lagi ditanyakan masalahnya. Kalau ditanya cukup? Seringnya malah tidak. Adakah bantuan sekolah? Pasti ada, tetapi kekurangannya kami terus bergerak mencari dalam bentuk enterpreneurships. Jur-Sastra berjualan dan mendapatkan sponsor sehingga bisa menggelar acara sebesar ini secara nasional sekaligus gratis,” imbuhnya disambut tepuk tangan meriah hadirin.

“Kita tak bisa bekerja sendiri dalam meraih cita-cita, kita perlu 1000 tangan-tangan lagi… Kita terus bergerak dan menggerakkan,” imbuh Mama Ayi puitis.

*

Di antara panggung dan kursi sofa undangan VIP terletak nasi tumpeng warna kuning. Para pembesar SMAN 4 dan IAIN diminta maju ke depan. Mereka bakal menerima potongan nasi tumpeng tanda bahagia dari Jur-Sastra.

Mama Ayi didaulat memotong tumpeng oleh Pemimpin Redaksi Jur-Sastra. Aktivis Jur-Sastra dengan jas biru langit di bagian belakang bertulisakan Jur-Sastra sigap melaksanakan tugas-tugasnya. Terasa mereka tahu apa yang harus dilakukan masing-masing secara kompak sekaligus membuktikan bahwa Jur-Sastra akrab satu sama lainnya dan telah banyak “makan” latihan.

Tampak hadir selain Komite dan Kepala Sekolah, juga Wakil Kepala Sekolah, Fraksi PKB DPRD Provinsi Kalbar dan Partai Keadilan Sejahtera. Juga hadir para sponsorship acara yang antusias dengan gebrakan Jur-Sastra hingga berhasil memasuki angka kembarnya yang pertama.

Jika melihat 185 prestasi dalam Hut Kembar Pertama, bagaimana lagi jika pertumbuhan ini konsisten bertumbuh di angka Hut Kembar Kedua (22th Jur-Sastra)? Kita doakan semakin berjaya. Semoga. *

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Kemenag Kalbar Agendakan Kampanye Mandatory Halal

Feminisme di Antara Pecahan Kaca