in

Jelang Peringatan 3 Tahun Pantun WBTB, Indonesia Butuh Hari Pantun Nasional

Suasana Zoom Meeting menyoal Buku Antologi Pantun Rempang dan pemantik Agus Muare bersama Nur Iskandar (Host/Moderator) dari Studio Teraju News Network, Minggu malam, 24/9/23

Teraju News Network – Pontianak – Acara Bincang Bincang Santai soal Antologi Pantun Rempang yang diselenggarakan pada Minggu, 24/9/23 pukul 20.00-22.00 WIB tidak hanya menjadi wadah dalam menampung aspirasi kemanusiaan atas apa yang sedang berlaku, tetapi juga melahirkan satu gagasan penting. Yakni perlunya Indonesia mempunyai Hari Pantun Nasional. Hal ini dikarenakan ada unsur edukasi, sosialisasi sekaligus pembinaan atau regenerasi dalam merawat pantun sebagai khazanah budaya tak benda yang telah diakui lembaga pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco) pada 17 Desember 2020.

“Berpantun itu jangan dikira mudah. Ia sebenarnya tidak gampang jika hendak mencapai pantun yang sempurna dengan rima dan pilihan katanya,” ungkap pendiri Klinik Pantun Nusantara, Prof Dr dr Umar Zein tokoh pantun dari Kota Medan.

Pantun yang baik menurut guru besar kesehatan di Sumatera Utara ini mengandung unsur dinamika, estetika, logika dan terpenting lagi etika. “Pantun tidak hanya hadir untuk menghibur atau estetika tetapi turut menjadi penuntun karena berisi pesan kesopansantunan. Di sini pesan adab atau etika bermain,” ungkapnya.

Peserta Zoom Meeting menyoal Buku Antologi Pantun Rempang dan pemantik Agus Muare bersama Nur Iskandar (Host/Moderator) dari Studio Teraju News Network, Minggu malam, 24/9/23

Hal senada diakui tokoh pantun Kalbar, Agus Muare Rahman yang memiliki Warung Pantun di kampung halamannya Kampung Kapur Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. “Pantun tidak hanya dilantun, tapi kita juga dituntun,” timpal sosok muda yang turut menjadi pemantik dalam acara Zoom Meeting.

Baca Juga:  Kemelut Pulau Rempang dalam Solusi Pantun dan Islam

Dalam sesi bincang-bincang santai 30 menit setelah acara resmi membahas berbagai masukan atas Buku Antologi itulah lahir gagasan, bahwa Indonesia perlu Hari Pantun Nasional di mana dengan adanya satu momentum peringatan–misalnya mengambil momentum diakuinya pantun sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Unesco PBB pada tanggal 17 Desember menjadi event besar di masyarakat Indonesia untuk mencoba berpantun, meresapi makna pantun dan menumbuh-kembangkan pantun ke seluruh elemen masyarakat.

Pada sisi lain pegiat pantun dapat merapatkan barisan dengan membentuk Komite Pantun Nasional di mana fungsi organisasi seiring ditetapkannya Hari Pantun Nasional adalah menyelenggarakan berbagai upaya pelestarian dan kreasi pantun Nusantara. Baik pelatihan, penerbitan, pertemuan-pertemuan, hingga memberikan anugerah pemantun terbaik Indonesia serta karya terbaik pantun dari tahun ke tahun. Komite Pantun Nasional seiring ditetapkannya 17 Desember pantun sebagai Hari Pantun Nasional memikirkan secara detail tumbuh kembang pantun di Tanah Air yang tidak hanya sekedar peringatan seremonial Hari Pantun Nasional maupun diakuinya pantun sebagai WBTB Unesco-PBB.

Baca Juga:  Nasdem Sikapi Kekerasan Aparat di Pulau Rampang-Kepri

“Pantun bisa seperti Pekan Olahraga Nasional. Ada cabang perlombaan di jenis pantun jenaka, pantun selasih, pantun nasihat hingga pantun teka-teki,” sambut moderator Zoom Meeting.
Merealisasikan ide segar tersebut, pegiat pantun dari berbagai wilayah di Tanah Air terus menjalin komunikasi dan diskusi dalam rangka mewujudkannya. Antara lain menjelang 17 Desember 2023 yang tersisa waktu sekira 3 bulan di mana ulang tahun ketiga pantun sebagai WBTB tingkat dunia yang diusulkan Indonesia bersama Malaysia diselenggarakan berbagai kegiatan bernuansa hiburan, aneka perlombaan hingga riset akademik dengan acara puncak berupa ditetapkannya 17 Desember sebagai hari Deklarasi Hari Pantun Nasional.

Zoom Meeting dengan bincang santai soal Buku Antologi Pantun Rempang yang digagas Prof Umar Zein bersama Sugeng Surya Dharma diikuti kalangan akademisi, praktisi pantun, penyair, dan jurnalis. Selain dari berbagai wilayah di Indonesia, juga ikut serta satu peserta dari Malaysia dan satu dari Singapura.

“Pantun Indonesia menjadi barometer pantun Nusantara karena luas wilayahnya dan padat penduduknya,” ungkap dua peserta negeri Jiran Indonesia tersebut. (kan)

Baca Juga:  MABM-ATL Kalbar Bersama Serumpun Berpantun Susun "Roadmap" Pantun Mendunia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Menanti Mesin ‘Artificial Intelligence’ sebagai Guru yang Manusiawi