Oleh: Nur Iskandar
Innalillahi wainnaa ilaihi roji’un. Telah berpulang ke Rahmatullah teman kita, sahabat kita, saudara kita Budi Rahman. Saya suka menyapanya dengan OmBuds karena bekerja di Ombudsman Provinsi Kalimantan Barat. Namun dalam dunia kewartawanan, Budi Rahman lebih kesohor sebagai Kutukupret karena tulisan-tulisannya yang “nakal” dengan ikon Kutukupret. Bahkan tulisan-tulisan pedas namun menggelitik dan menghibur itu diterbitkannya dalam sebuah buku dengan judul ikonik Kutukupret–kutunya kutu dari binatang malam bernama kampret–sehingga membawa makna kenakalan dalam gelap dilakukan mahluk kecil nan tak terlihat di tubuh kelelawar alias kampret.
Tulisan Budi Rahman “Kutukupret” terbit di Harian Borneo Tribune (HBT) sebuah koran yang terbit di Bumi Khatulistiwa tahun 2008. Ia termasuk “Assabiqunal Awwalun” karena merupakan wartawan angkatan pertama “asli” didikan HBT. Sebagian besar pengelola dan wartawan “jadi” di HBT saat itu adalah “bedol desa” dari sebuah koran lokal anggota Jawa Pos Media Group bernama Harian Equator.
Budi Rahman tidak sulit menyesuaikan diri dengan kiprah kewartawanan, sebab latar belakangnya aktivis. Dia merupakan mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pontianak. Lebih-lebih lagi, dia juga ditopang dengan kemampuan akademis yang “ciamik” di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tanjungpura sehingga punya jejaring narasumber yang di atas standar wartawan pemula.
Cara berpikir aktivis yang khas sangat memudahkannya untuk mendapatkan isu-isu besar yang menarik perhatian publik dan menuliskannya dengan sistematis dan sistemik. Ia juga mengikuti genre narrative reporting, yakni jurnalisme sastrawi dimana menyajikan berita dengan gaya bercerita, sehingga rekonstruksi peristiwa bagaikan film. Terasa asyik, menarik dan relevan.
Di tahun 2008 kebetulan terjadi kontestasi politik di Bumi Borneo Barat. Saat itu Pilgub diikuti empat pasang calon. Masing-masing kubu Akil Mochtar, Usman Ja’far, Cornelis dan OSO. Budi Rahman kami tugaskan khusus di kubu OSO dan dari Hotel Mahkota dia membuat laporan bahwa OSO itu adalah Sang Meteor. Sebuah laporan panjang satu halaman yang sangat disukai oleh konglomerat asal Tanah Kayong–Oesman Sapta Odang yang akrab disapa OSO sehingga pembayaran iklan pun moncer.
Sebagai koran yang baru lahir, pembayaran iklan yang lancar menjadi napas untuk panjang umur. Budi Rahman turut memainkan peran kesejarahan dalam industri pers Kalbar, khususnya Harian Borneo Tribune. Untuk itu, saat pemakamannya di Pemakaman Muslim Gg Kurnia, Jalan 28 Oktober Pontianak Utara hadir kerabat kerja di koran Borneo Tribune antara lain Hairul–Dedek–Mikrad, Dr Yusriadi, MA dan Fahmi Ichwan, selain saya bersama istri: Dwi Syafriyanti.
Di usia Harian Borneo Tribune hampir genap satu dasawarsa, iklim percetakan tidak lagi kondusif. Media online lebih cepat diakses publik. Satu persatu wartawan membidik masa depan agar “dapur” senantiasa berasap. Budi Rahman berhasil lolos seleksi ketat sebagai “Assabiqunal Awwalun” di lembaga pemeriksa pelayanan publik bernama Ombudsman. Hingga akhir hayatnya, Budi aktif berkecimpung di lembaga punya marwah reformasi dan untuk Ombudsman Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat termasuk lima besar terbaik nasional. Saya berkeyakinan Budi Rahman punya andil dan peran yang besar di tubuh Ombudsman dalam masa-masa awal pelayanannya sehingga kini sangat dikenal oleh pencari keadilan lewat pelayanan publik yang prima. Relasi dan kepiawaiannya selaku “orang media” sangat berguna, sebagaimana orang-orang media dibutuhkan banyak kepentingan politik, ekonomi, hingga sosial budaya.
Suatu hari OmBuds hadir di kompleks dimana saya berdomisili. Dia mewakili Kepela Ombudsman Agus Priyadi, SH. Dari sambutannya, saya bangga, bahwa “Alumni HBT” memang hebat. Bisa bersaing dan menggerakkan peradaban.
Di Purnama Agung VII, Budi Rahman memperkenalkan Sahabat Ombudsman. Suatu kepanjangan tangan Ombudsman Kalbar untuk mendapakan “telik sandi” dari mata para sahabat di lapangan sehingga akan lebih mudah sosialisasi bahkan mengambil tindakan aksi demi tegaknya transparansi.
Ombuds-Kutukupret Budi Rahman tipikal pekerja keras yang kreatif. Di sela tugas-tugasnya yang padat dia sempatkan menulis buku. Selain buku himpunan kolom Kutukupret, dia juga bersama saya menulis buku biografi aktivis Fanshurullah Asa. Figur yang ditulis adalah anggota DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional.
Budi Rahman juga menggunakan ilmu kepenulisannya untuk menuliskan sejumlah buku yang lain. Salah satunya adalah figur cendikia Alm Prof Dr Hamka Siregar yang pernah menjadi Rektor IAIN Pontianak. Salah duanya adalah buku mantan aktivis dan anggota DPRD Kalbar dari Fraksi Golkar Alm Drs H Awang Sofyan Rozali.
Tulisan-tulisan Budi Rahman kemudian bertumbuh juga di jagad media sosial, terutama FaceBook. Gaya penulisannya yang “kutukupret” masih kental terasa hingga dia menjalani operasi di 10 hari sebelum ajal datang menjemputnya.
Pada 17 April secara detil dan terasa menyayat dia tuturkan bagaimana persiapan fisik-lahiriah dan mental-batiniah dia lakukan dalam menjalani operasi akibat diabetes yang diderita. Ia mengingatkan secara implisit bahwa betapa operasi itu tidak enaknya, namun bersyukur didampingi istri nan setia. Di sana dia merasa terhibur, namun tulisannya menjadi pelipur bagi publik agar awas dengan kualitas kesehatan agar tetap prima.
Saya mendengar kabar maut telah menjemput Budi Rahman pada Kamis, 27 April pagi–terpaut sehari dari ulang tahunnya yang ke-44. Segera saya cek grup WhatsApp dan ternyata sudah puluhan ucapan bela sungkawa untuknya.
Bersyukur saya tidak terlambat untuk tiba di rumah duka Gang Kurnia dan mengikuti shalat Fardhu Kifayah di Mesjid Nurul Yakin dan mengikuti penguburannya di peristirahatan terakhir.
Di sana saya melihat betapa ramainya pelayat yang menunjukkan Budi Rahman tidak hanya wartawan yang baik serta staf Ombudsman yang baik, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat sekitarnya ia orang baik.
Budi Rahman dihantarkan menuju mesjid dengan adat Jawa yang kental. Penggunaan blangkon para sepuh. Taburan kembang disertai uang logam dan tahlil.
Ia terus didampingi Yuni sang istri beserta tiga orang putranya yang sudah berangkat bujang. Ia juga didampingi ratusan aktivis yang pernah membersamainya di HMI Cabang Pontianak. Tampak mantan Ketua KPU Kalbar era kontestasi Akil-OSO-Usman Ja’far dan Cornelis: Aida Mochtar. Tampak juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Pontianak Drs Abdussamad.
Selamat jalan OmBuds-Budi Rahman. Kepergianmu di hari baik, bulan baik, adalah tanda husnul khotimah yang tak terbantahkan. Doa dan zikir terbaik kami mengiringi kepergianmu meghadap Sang Khalik. Semoga tulisan-tulisanmu yang mengingatkan kebaikan dan kebenaran menjadi wasilah amal saleh yang pahalanya terus mengalir hingga yaumil qiyamah. Amiin. *