in ,

Sejarah Tarawih 8 Rakaat di Mujahidin

Semasa kecil di kampung halaman Sungai Raya Dalam, saya mendapati orang orang tua melaksanakan tarawih 23 rakaat dengan witir. Pelaksanaannya dua rakaat, salam. Untuk witir, begitupula, dua rakaat, salam, plus 1 rakaat salam.

Suasana berbeda kami dapati ketika ayah membawa kami bertarawih di Masjid Raya Mujahidin. Rasanya? Cepat, tapi rileks. Tidak terburu-buru seperti ayam kelaparan mematuk jagung.

Sewaktu menjadi anggota dan pengurus Remaja Masjid terbesar di Kalbar itu saya sempat menanyakan kepada Ketua Yayasan Mujahidin, H Ahmad Mawardi Dja’far, kenapa tarawih di Mujahidin berbeda dari mesjid-mesjid kampung lainnya? Dengan lugas beliau membacakan hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah RA. Bahwa Nabiullah Muhammad SAW melaksanakan tarawih 4, 4, 3. Jika ditotal menjadi 11 rakaat.

Saat saya kecil, tahun 1980-an Masjid Mujahidin berdiri megah di jalur jalan yang lengang. Ia juga berdiri di luar daerah pemukiman, jadi relatif sepi. Seramai-ramainya tarawih tahun 1980-an itu 4 shaf. Susah mencari jamaah. Alternatif sosiologis adalah menarik jamaah muda yang suka sembahyang agak cepat. Maka shaf pun tambah ramai. Inilah sebab Mujahidin menerapkan tarawih 4, 4, 3 hingga sekarang. Walaupun jamaahnya kini luber sampai ke aula. Dan tak mudah beralih ke matsna-matsna (dua rakaat sekali salam) sebagaimana kini banyak mesjid bertarawih 11 rakaat, matsna-matsna.

Baca Juga:  5 Pencarian Terpopuler Memasuki Ramadhan. Apa Saja Itu?

Beberapa waktu lalu, pernah ada upaya mengubah tarawih menjadi dua rakaat sekali salam, tapi ribut. Lalu back to basic sampai hari ini.

Written by Nur Iskandar

Hobi menulis tumbuh amat subur ketika masuk Universitas Tanjungpura. Sejak 1992-1999 terlibat aktif di pers kampus. Di masa ini pula sempat mengenyam amanah sebagai Ketua Lembaga Pers Mahasiswa Islam (Lapmi) HMI Cabang Pontianak, Wapimred Tabloid Mahasiswa Mimbar Untan dan Presidium Wilayah Kalimantan PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia). Karir di bidang jurnalistik dimulai di Radio Volare (1997-2001), Harian Equator (1999-2006), Harian Borneo Tribune dan hingga sekarang di teraju.id.

Na Hee-Do dan Pelanginya yang Arbiter

Puasa, dalam dan untuk Keprihatinan