in

Pengalaman Membuat Buku dan Mama yang Haru


Oleh: Sefira Andana

Pertama kali dengar dan ditugaskan untuk membuat buku, perasaan langsung kaget! Tidak tahu apa yang ingin diceritakan dan tidak yakin akan jadi. Mendengar kata buku saja, sudah terbayang harus tebal dan harus kata baku, apalagi mendengar bahwa harus 70 halaman. Pikiran pertama pasti tebal dan sulit untuk menulisnya tapi setelah mendapatkan judul dan kira-kira sebulan lamanya untuk pengerjaan, alhamdulillah ternyata mendapatkan lebih dari 70 halaman.

Seminggu pas pengerjaan. Ada rasa pengen nyerah karena bingung, apalagi yang harus diingat saat kejadian beberapa tahun yang lalu. Biar pun ada rasa pengen nyerah tapi tetap dikerjakan karena tiba-tiba ada suasana seru juga menulis tentang diri sendiri. Bisa dibuka kembali nanti, ternyata begini perjuangan dulu buat sekolah, perjuangan orang tua untuk anaknya agar bisa sekolah dan mendapatkan pendidikan yang tinggi.

Sefira Andana

Kesan keluarga saat bilang mau buat buku, mereka juga kaget apalagi mama. Mama bilang bagus biar kamu selalu ingat perjuangan kamu saat masuk sekolah. Mama memberi support buat selalu menulis dan membantu mengingat tentang dulu yang pernah dijalani suka-dukanya. Mama selalu nanyain, sudah sampai mana nulisnya dan berapa halaman. Mama sangat antusias sekali, akhirnya finishing.

Baca Juga:  Magang di IKAPI Kalbar: Ini Kesan Mahasiswa Prodi PIAUD IAIN Pontianak

Setelah bukunya sudah dicetak lalu deh menunjukkan ke Mama. Mama langsung nangis, gak tau karena apa, langsung meluk gitu. Keluarga yang lain bilangnya, “Kok bisa sih mengingat kejadian yang sudah lama? kok bisa dibuat buku seperti itu?”

Inilah kisahku saat membuat buku. Terima kasih untuk keluarga yang selalu mendukung. Buat Mama, terima kasih sudah menyemangati dan selalu mengingatkan.

Terima kasih untuk dosen Bahasa Indonesia, Ibu Farninda Aditya, sudah membimbing dengan sabar dan sampai selesai.

(*Penulis adalah mahasiswa Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak)

Written by teraju.id

Selamat Jalan Dr. M. Syaifullah

Menulis Harian: Rindu yang Menjadi Buku