in ,

Feminisme di Antara Pecahan Kaca

Oleh: Fransiska Febrivaras Wary

Seorang selebritas wanita yang menjadi panutan saya adalah Prilly Latuconsina. Ia seorang pemeran, presenter, penyanyi, model, pengusaha, aktivis, penulis, dan produser Indonesia keturunan Ambon dan Sunda. Walaupun memiliki segudang pekerjaan, Prilly tetap menjadikan pendidikan hal yang penting. Di antara kesibukannya dalam bekerja, ia juga harus membagi waktu dengan benar.

Tak jarang Prilly harus mengorbankan waktu bermain dan waktu tidurnya. Prilly yang dikenal sebagai wanita muda yang sukses di berbagai bidang, dikenal memiliki sikap independen karena berani memulai bisnis di usia muda. Walaupun begitu, Prilly juga sering mendapat stigma kurang mengenakkan dari masyarakat karena sikap mandiri yang dia miliki.

Di Pikiran Rakyat, 31 Maret 2021, ia menyatakan bahwa menjadi wanita mandiri itu baik. Ia kesal dengan stigma “perempuan tidak perlu tinggi kariernya”. “Kalau sebagai perempuan selalu dianggap lemah, dan hidupnya di dapur rumah tangga aja, kamu harus bisa mematahkan stigma itu,” katanya.

Bukan hanya seorang Prilly, banyak wanita independen yang juga mendapat stigma yang kurang mengenakkan. Hal ini harusnya bisa kita bantah dan memberi edukasi lebih lagi di lingkungan kita bahwa menjadi wanita mandiri bukanlah hal yang buruk. Tidak ada salahnya menjadi wanita mandiri karena hal itu akan membuat wanita tangguh dan independen.

Diskriminasi Budaya
Diskriminasi budaya yang masih sering kita jumpai di lingkungan kita adalah anggapan tentang wanita adalah sosok yang lemah, tidak mandiri, dan tidak cocok dijadikan pemimpin. Perempuan di Indonesia juga masih terjebak dalam stigma bahwa “mengapa belajar tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya di dapur?”

Baca Juga:  Pabali Musa Pimpin Kembali Muhammadiyah Kalbar

Padahal wanita bukan hanya diletakkan di dapur saja. Wanita juga bisa berkarir dan membantu pemasukan suaminya kelak. Tidak ada aturan bahwa urusan dapur menjadi sepenuhnya urusan wanita, karena urusan dapur dan anak sudah sepatutnya menjadi hak-kewajiban suami istri. Tidak ada salahnya bila pria memasak dan mencuci. Kodrat wanita hanya tiga, yaitu datang bulan, hamil, dan menyusui.

Selain itu, ada juga anggapan “Wanita harus berpakaian tertutup kalau tidak akan dilecehkan laki-laki”. Anggapan bahwa wanita yang pakaiannya terbuka akan selalu menjadi sasaran laki-laki nakal. Wanita yang terlahir dengan tubuh ideal seperti memiliki payudara atau bokong besar dianggap sebagai rambu bahwa si wanita tengah menarik perhatian laki-laki atau sedang memancing nafsu birahi mereka.

Dan di masyarakat ada yang beranggapan bahwa adalah wajar jika wanita itu dilecehkan olah kaum laki-laki; kesalahan cenderung dijatuhkan pada tubuh perempuan yang dinilai mengundang nafsu laki-laki. Padahal, meskipun si perempuan sudah mengenakan pakaian tertutup, pelecehan bisa saja tetap terjadi dan yang disalahkan entah kenapa tetap saja perempuan.

Dalam Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik yang dilakukan pada akhir 2018, ditemukan fakta bahwa jenis pakaian yang digunakan korban pelecehan tidak hanya mereka yang berpakaian terbuka saja; mengenakan pakaian tertutup tidak menjamin bahwa wanita akan terbebas dari pelecehan.

Berbagai anggapan miring atau keliru tentang wanita membuat sosok wanita malah menjadi seperti kaca yang terpecah-belah, tidak dipahami dengan sepenuhnya.

Baca Juga:  Kisah Menarik Angelika Putri dalam Program Pertukaran Pelajar Asia Kakehashi

Jadi, hal ini bukan sepenuhnya kesalahan wanita namun merupakan problem mentalitas laki-laki yang cenderung menjadikan parempuan sebagai objek fantasi mereka. Maka benar apa yang dikatakan Rocky Gerung: “Jangan ajarkan perempuan untuk berpakaian sopan, tapi ajarkanlah laki-laki untuk berpikiran sopan.”

Diskriminasi Pendidikan
“Cewek itu nggak perlu berpendidikan yang tinggi, toh ujung-ujungnya di dapur juga.” Argumen seperti ini masih sering kita jumpai dikalangan masyarakat. Padahal, berpendidikan tinggi sangat penting bagi setiap orang.

Dalam hidup ini tidak ada yang pasti. Bisa saja terjadi, saat seorang wanita sudah menikah 10 tahun, tiba-tiba suaminya memilih untuk bercerai atau ingin menikah lagi dengan wanita yang lebih muda dari istrinya, atau suami ingin beristri dua. Dengan pendidikan yang tinggi tadi wanita bisa mandiri, tidak perlu pasrah dan memohon-mohon kepada suami untuk menafkahi.

Perempuan yang berpemikiran terbuka akan menjadikan pendidikan tinggi sebagai backup plan. Pendidikan bukan hanya sebuah fase hidup atau kewajiban saja, tetapi bekal untuk kelak bisa menjadi mandiri di dalam situasi apapun. Pendidikan bisa menjadi pintu untuk bekerja dan mandiri secara finansial.

Sebagai wanita, seseorang juga akan menjadi seorang ibu. Ibu yang berpendidikan akan cerdas dalam mendidik anak. Anak-anak bukan hanya belajar dari bangku sekolah, tetapi juga dari orangtua mereka. Ibu yang berpendidikan tinggi juga akan menjadi teladan bagi anak-anaknya untuk menjadi lebih baik dan berpendidikan seperti ibunya.

“Seorang wanita yang berpendidikan akan sulit mendapatkan pasangan, karena pria suka minder duluan kalau ceweknya berpendidikan”. Anda mungkin pernah mendengar argumen itu. Argumen itu sangat absurd, mengapa perempuan harus menurunkan kualitasnya untuk mengalah pada pria? Wanita yang pintar tidak akan menurunkan kualitas mereka hanya untuk memenuhi ego pria yang tidak percaya diri.

Baca Juga:  Mengenang Berpulangnya Drs. HS Laurens Mangan: Tokoh Politik dan Perintis Dinas Perkebunan Kalbar

Argument ini mestinya ditanggapi dengan pertanyaan: “Pria macam apa dulu?” Wajar apabila pria dengan kualitas biasa-biasa saja dan tidak berpendidikan akan merasa segan dengan perempuan yang lebih cerdas dengan pendidikan yang baik.

Namun, tidak semua pria seperti itu. Pria dengan kepribadian yang baik dan percaya diri tidak akan terintimidasi mendapatkan pasangan perempuan yang berpendidikan tinggi. Jadi, hal itu mestinya bukan penghambat bagi wanita meraih pendidikan tinggi. Wanita yang berpendidikan berhak mendapatkan pria yang berkualitas juga.

Hal itu mestinya menjadi motivasi untuk pria agar meningkatkan kualitasnya. Ada suatu kutipan menarik dari sebuah buku yang saya baca berjudul “The Alpha Girl’s Guide karya Henry Manampiring, yaitu “Nggak ada yang lebih bego dari pada mementingkan cowok di atas pendidikan/ilmu. Ilmu tidak akan selingkuh atau minta putus. Ilmu tidak akan meminta kawin lagi, atau minta cerai. Ilmu akan selalu ikut kamu.”

Di momen Hari Perempuan ini, sudah semestinya para perempuan menyadari bahwa dalam hidupnya ada hal-hal yang berharga untuk diperjuangkan dan dimiliki.

Semoga semua itu menuntun kita untuk menjadi pribadi yang bermartabat, tidak didiskriminasi, dan meraih kebahagiaan dalam kehidupan. Selamat Hari Perempuan!

(Penulis, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Tanjungpura, Pontianak)

Written by teraju

Hut Kembar Jur-Sastra Laksana Mutiara

Prodi PIAUD FTIK IAIN Pontianak Kolaborasi Nasional Sukseskan Pelatihan Menulis Cerita Anak