in ,

Film: Antara Hiburan dan Edukasi

Oleh: Vila Delviya

“Kenapa nilainya rendah?”, “Kamu tidak belajar?”, Atau kalimat membandingkan: “Coba
kamu lihat, dia lebih rajin dari kamu bahkan lebih pintar.”

Kalimat-kalimat tersebut sering didengar oleh tetangga saya yang masih berumur 14 tahun. Saat ini ia sedang bersekolah di suatu SMP, orang tuanya sering sekali memarahinya karena nilainya rendah. Nilai tersebut rendah bukan karena dirinya tidak belajar tetapi memang kemampuannya memahami pelajaran sangat rendah. Namun, di lain sisi ia sangat pandai menari, suka mengikuti banyak sekali perlombaan. Meskipun tidak pernah menang, ia tetap bersemangat untuk latihan dan menekuni kemampuannya itu.

Demikianlah, menunjukkan kemarahan sekaligus dianggap memperhatikan anak oleh orang
tua sangat sering kita dengarkan; melakukan satu kesalahan adalah takaran bahwa anak tidak bisa melakukan apa-apa dan dianggap tidak berbakat.

Tindakan dan dampak yang dilakukan oleh orang tua seperti yang dilakukan tetangga saya itu, uniknya dapat memicu lahirnya sebuah karya. Film pendek berjudul Jaga karya pemuda Sumedang, menarik perhatian banyak orang, termasuk saya. Film pendek ini mengisahkan tentang kewajiban dan kedudukan anak sebagai penerus generasi. Film tersebut berusaha mengangkat kesetaraan bakat dan kemampuan anak tanpa membedakan atau mengukur kemampuan mereka dengan standar tertentu.

Film yang berdurasi 20 menit itu banyak menyoroti ketidakpastian orang tua dalam memperhatikan anaknya bermain dan bersosialisasi. Film itu mengisahkan perjuangan anak laki-laki bernama Jaga yang berusaha membuktikan kepada banyak orang bahwa ia layak diterima dan diakui dengan kelebihan bermain sepak bola yang ia miliki. Bentuk perjuangan Jaga adalah sebuah perlawanan akan didikan orang tuanya yang tidak pernah melihat sisi kelebihannya bermain bola.

Baca Juga:  Muhajirin Yanis: Puasa Dapat Tingkatkan Produktivitas Kinerja

Generasi Muda dan Kreativitas

Belakangan, banyak film diproduksi secara independen, kreatif, dan menyuarakan pesan-
pesan kemanusiaan yang berangkat dari idealisme tertentu. Jaga termasuk di dalamnya. Film Jaga telah mengikuti beberapa ajang festival film nasional dan masuk daftar nominasi dan finalis, di antaranya: finalis UI Film Festival 2021, nominasi film terbaik indie dari Tebas Award 2021, dan finalis Festival Semester Pendek 2021.

Ketika diputar di Sumedang, tepatnya di Rumah Kreatif Situraja pada sabtu, 5 Februari 2022,
film itu mendapat sambutan positif dari para penonton. Film itu pun melahirkan semangat tersendiri bagi para pemain dan kru film, apalagi film itu juga mendapatkan beberapa prestasi.

Hal ini menunjukkan bahwa dunia perfilman Indonesia makin maju dan berkembang.
Beberapa tahun belakangan, genre film yang tampaknya banyak diminati adalah genre horor. Di genre horor, para sineas menggarap keunikan cerita dan visual yang menguji keberanian penonton. Namun, hal itu bukan berarti genre lain tidak bisa berkembang di Indonesia. Tiap genre film memiliki kemungkinan dan potensi untuk diminati masyarakat, termasuk genre pendidikan yang berdampak besar bagi generasi dan pembentuk generasi di Indonesia, seperti film Jaga.

Dunia perfilman Indonesia adalah salah satu sarana bagi generasi muda untuk
mengembangkan talenta yang dimilikinya. Kemajuan perfilman Indonesia akan ditentukan oleh generasi berikutnya berdasarkan kemampuannya mengembangkan dunia perfilman; bukan hanya film pendek, tetapi juga film bioskop atau yang berdurasi panjang.

Baca Juga:  Hut Kembar Jur-Sastra Laksana Mutiara

Film dan Mahasiswa

Film merupakan produk budaya serta alat untuk mengekspresikan kesenian. Film adalah
komunikasi massa, yakni gabungan banyak teknologi seperti rekaman suara dan fotografi kesenian, baik itu seni rupa dan seni teater sastra, serta arsitektur dan seni musik. Film bisa dipandang sebagai hiburan, bisa juga sebagai saran pendidikan.

Pada zaman sekarang, film dapat mempengaruhi pola pikir dan sikap masyarakat karena
segala hal yang ditayangkan di dalamnya. Bila film dipandang sebagai sarana edukasi, tentunya yang diharapkan dari film adalah pesan moral tentang pengetahuan dan pemikiran terbuka untuk kemajuan peradaban di masyarakat.

Karena film adalah media yang memungkinkan para sineas untuk mengeksplorasi berbagai
hal (seperti adegan, penokohan, latar, dan sebagainya), film yang dikonsumsi oleh masyarakat
luas haruslah melewati berbagai proses filtrasi dan kurasi. Tujuannya agar film bisa menjadi
tayangan yang sesuai standar tertentu. Karena itulah ada lembaga seperti LSF (Lembaga Sensor Film) atau KPI (Komisi Penyiaran Indonesia).

Generasi muda atau mahasiswa perlu melihat peluang memanfaatkan film sebagai sarana
edukasi dalam kampus, terlebih bagi mahasiswa jurusan pendidikan yang nantinya akan terjun langsung ke dunia pendidikan sebagai tenaga pengajar.

Dengan berkembangnya teknologi dan globalisasi, film dapat dijadikan media pembelajaran
yang efektif di dalam kelas. Selain sebagai media, film juga dapat dijadikan pekerjaan proyek yang bisa siswa ciptakan sehingga mereka menghasilkan karya.

Baca Juga:  Integrasi Islam dan Matematika: Ramadan Momentum Perbanyak Sedekah

Pada zaman ini, pelajar dan mahasiswa suka untuk tampil di media sosial, membuat berbagai
konten. Salah satu konten yang banyak diproduksi adalah video-video pendek. Alangkah baiknya bila mereka diarahkan juga untuk membuat film dengan format cerita yang lebih rinci, memiliki pesan edukasi yang jelas, dan dapat merepresentasikan suatu realitas sosial di masyarakat.

Konten-konten yang diunggah di media sosial bisa berdampak positif maupun negatif. Untuk
itu, mahasiswa perlu memanfaatkan film dengan sebaik mungkin agar generasi muda dapat
mengambil dampak positifnya, bukan malah terpengaruh hal negatifnya saja. Mahasiswa dapat menghasilkan karya dan prestasi melalui dunia film.

Sebagai mahasiswa sepatutnya kita menyambut kehadiran para insan perfilman Indonesia
yang sudah bekerja keras dan menghasilkan banyak karya yang luar biasa sedari dulu. Sebagai bangsa Indonesia, kita semestinya mengapresiasi beragam karya perfilman nusantara yang memperkenalkan budaya, bahasa, atau kebiasaan dan banyak hal lainnya kepada dunia internasional.

Film adalah sebuah karya kolaboratif. Di momen Hari Film Nusantara ini kita juga semestinya
mengapresiasi semua insan perfilman yang tampil di depan layar dan bekerja di belakang layar.

Semoga, apa pun yang menjadi bagiannya, tiap insan perfilman tetap berkarya dengan sepenuh hati untuk memajukan perfilman.

Selamat Hari Film Nasional!

*) Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Tanjungpura Pontianak

Written by teraju

Ramadan Mandiri

Serba Serbi Ramadan