Oleh: Ambaryani
Abang Yanda dan Adek Yura sedang getol menangkap gambar (memotret). Selama ini sesekali saja mereka memotret menggunakan hp ayah atau bunda. Sejak si tante punya hp baru, hp lama jadi sering mereka kuasai. Tapi hanya bisa memotret, tak bisa yang lain. Hape dikunci menggunakan sidik jari oleh si tante. Karena kunci menggunakan kata sandi, angka atau pola selalu saja bisa mereka buka. Ketahuan. Kalau sidik jari, tak ada jari tante tak bisa buka.
Mula-mula saya kira mereka hanya potret-potret biasa saja. Saya tak begitu hirau.
“Bun, senyum Dek foto ya”, kata Adek Yura. Cekrak-cekrek, dia ambil beberapa gambar.
“Bagus tak Bun?”, dia menunjukkan hasilnya.
“Bagus, tapi agak kurang dikit Dek…”
Mendengar itu dia coba lagi. Begitu juga abangnya. Si abang yang menjadi guru. Adek sedang menjajal ilmu turunan abangnya. Saya lihat hasil jepretan mereka, ada 2 gambar dalam 1 foto sekaligus.
“Pakai efek lensa ganda Bun…”, kata Abang.
Dalam hati saya, emaknya yang sepok atau apa ya? Selama ini gak pernah njajal yang begitu. Atau karena hp emaknya yang kurang canggih? Atau apa ya? Saya senyum-senyum sendiri.
Semakin hari, hasil tangkapan gambar mereka semakin ok. Lebih jelas tidak bebayang-bayang macam dulu. Selain menangkap gambar, setiap Sabtu dan Minggu abang membuat jadwal bersama adeknya. Sabtu Minggu buat video untuk diunggah di chanel youtub mereka dengan nama emaknya.
“Abang sama adek nak buat wayang lok ye”.
Kalau jadwal buat video (buat wayang) inspirasinya dari Upin-Ipin. Di sebalik tabir. Hanya saja teknik pengambilan gambarnya mereka dapatkan sendiri. Berbeda dengan cara yang dilakukan Upin-Ipin.
Mereka mendapat inspirasi setelah kejadian mati lampu. Mereka menggunakan senter ayahnya yang biasa digunakan untuk menyuluh cupang atau anak cupang (burayak). Semula mereka hanya iseng mengarahkan senter ke kaca ukuran 20×30 cm yang tercantol di kamar emaknya. Digoyang-goyangkannya, efeknya seperti lampu disko.
Lama-kelamaan mereka menyadari ada pantulan cahaya di dinding seberang kaca. Lalu mereka ambil topeng mainan digerak-gerakkan plus ada dubing suaranya. Mereka rekam pakai hp emknya. Jadilah wayang ala mereka berdua, dan itu buat mereka ketagihan. Mau buat lagi-lagi dan lagi. Walaupun hp emaknya makin lemot gegara kepenuhan. Tapi tak apa, itu tak seberapa dibanding imajinasi mereka yang luar biasa. (*)