Oleh: Leo Sutrisno
Teknologi ‘artificial intelligence’ (kecerdasan buatan) merupakan salah satu cabang teknologi komputer, yang dikembangkan mendekati kemampuan berpikir manusia. Di antaranya adalah kemampuan belajar, membuat keputusan serta melakukan tindakan.
Teknologi kecerdasan belajar didasarkan pada pendapat bahwa kecerdasan manusia dapat didefinisikan. Karena itu, fungsi dan cara kerjanya dapat dianalisis secara rinci dan lengkap. Sehingga, dapat dinyatakan dalam serangkaian algoritma.
Orang umum, di awal perkembangan teknologi ini menyebutnya ‘robot’. Kini, sudah dihasilkan ‘manusia buatan’ (humanoid robot). Di antaranya, dalam rupa para ‘presenter’ Sasya, Nadira, dan Bhomi di statsiun TV One. Bagi yang sering bepergian lewat bandara Sukarno Hatta, dapat melihat penampilan empat (4) petugas AI yang membantu melayani penumpang di bagian kepabeanan.
Khusus di bidang pendidikan keberadaan mesin-mesin kecerdasan buatan juga berkembang pesat tetapi belum berupa manusia. Walau demikian, kehadirannya sudah disambut dengan ‘pro’ dan ‘kontra’.
Bagi yang pro, keberadaan mesin kecerdasam buatan dapat menghemat waktu, tenaga dan mungkin juga biaya. Sehingga, pikiran kita dapat dipergunakan untuk hal-hal yang lebih mendasar di bididikan. Di samping itu, penggunaan mesin ini dapat mendorong kita lebih kreatif dan bahkan, memungkinkan melakukan sesuatu yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Karena itu, dapat meningkatkan efektifitas, efisiensi serta kepuasan pelanggan.
Sebaliknya, kelompok yang kontra mengatakan bahwa kehadiran mesin kecerdasan buatan masih tahap awal. Karena itu, belum terintegrasi sepenuhnya dengan semua yang diperlukan di lapangan. Sehingga, dirasakan justru menjadi kendala. Selain itu, mesin ini memerlukan data yang berkualitas tinggi dalam jumlah sangat besar. Tentu tidak mudah menyediakannya (Harry Guinness, 4-7-2023, https://zapier.com/blog/what-is-ai/?)
The McKinsey Global Institute, di awal Desember 2022 mempublikasikan hasil survai tentang kondisi implementasi mesin kecerdasan buatan antara tahun 2017 dan 2022. Ditemukan bahwa ada peningkatan persentase jumlah penggunanya dari 20% (2017) menjadi 50% (2022). Pada tahun 2019, bahkan, mencapai 58%. (https://www.mckinsey.com/capabilities/quantumblack)
Xuesong Zhai dkk, 2021, merangkum 100 penelitian tentang mesin kecerdasan buatan di dunia pendidikan dalam kurun wakru 2010 hingga 2020. Artikel dipilih dari ‘Social Sciences Citation Index database’ yang memenuhi persyaratan yang telah mereka tetapkan. Ditemukan tiga fokus penelitian, yaitu: pengembangan, aplikasi dan intergrasi.
Fokus penelitian kelompok pengembangan adalah kemampuan mesin untuk membuat klasifikasi, menjodohkan, merekomendasi, serta malakukan proses ‘deep learning’.
Kelompok aplikasi difokuskan pada kemampuan mesim memberi umpan balik, melakukan penalaran, serta melakukan pendekatan ‘adaptive learning’.
Sedangkan di kelompok integrasi, penelitian diarahkan pada kemampuan mesin dalam memberikan afeksi, melakukan kegiatan ‘role-playing’, ‘immersive leraning dan gamifikasi.
Selain itu, mereka juga menemukan empat jenis mesin kecerdasan buatan yang ada di dunia pendidikan. Di anatarnya adalah: ‘Internet of Things’, ‘swarm intelligence’, ‘deep learning’ serta ‘neuroscience’.
Pada tahun 2021, Lanqin Zheng, Jiayu Niu, Lu Zhong serta
Juliana Fosua Gyasi, memeta-analisis 24 penelitian, yang dilakukan antara 2001-2020, tentang pengaruh penggunaan kecerdasan buataan pada hasil belajar. Jumlah siswa yang terlibat sebesar 2908 orang.
Bbesar ‘Effect Size’ (ES) pada hasil belajar tinggi (ES lebih besar 0.5). Sedangkang pada ketrampilan persepsi rendah (ES lebih kecil dari 0.2).
Dari 13 variabel moderator yang dianalisis ditemukan beberapa mempunyai effect Size moderat (ES: 0.2-0.5). Di antaranya adalah: kelas dan jumlah siswa, domain dan metoda belajar, rancangan dan seting penelitian, serta lama penelitian. (ttps://doi.org/10.1080/10494820.2021.2015693)
Sebagai catatan akhir, mesin kecerdasan buatan yang digunakan belum berpenampilan ‘seperti manusia’ (humanoid robot).
Dewasa ini sejumlah pakar ‘artifical genneral intelligence’ dan para pendonor mengembangkan guru buatan, ‘humanoid robot’ yang sealamiah mungkin. Bukan hanya tampilan fisik tetapi juga punya ‘hati’
Kapan itu terwujud? Kapan kita akan memiliki ‘pendidik buatan’? Entahlah!.
Dan jika itu terjadi akan menjadi bencana atau justru berkah? Kita tunggu!
Pontianak, 20-9-23