Oleh: Ambaryani
Sudah hampir 10 tahun kami tak merasakan sensasi menyusuri sungai Sambas menggunakan speed boat. Terakhir 18 Mei 2012 perjalanan Satai-Sejangkung pulang pergi. Hari ini sensasi itu dapat kami rasakan lagi.
Awal Februari kami sudah hampir pulang kampung, Satai. Tapi karena satu dan lain hal rencana itu gagal, dan kesempatan itu Allah ganti. Kami pulang kampung hari ini, 27 Februari 2022.
Kali ini kami menggunakan speed. Jalur sungai memang memakan waktu lebih lama untuk sampai kampung jika menggunakan kelotok, 3-4 jam. Tapi, jika pakai speed, waktu tempuhnya lebih singkat. Beda juga biayanya.
Saat menyusuri sungai Sambas menggunakan speed, ingatan saya kembali pada zaman-zaman masih bersekolah. Setiap catur wulan atau semester, saya pulang kampung pakai kelotok. Kelotok selalu penuh kalau musim liburan. Karena tak hanya penduduk di Sepantai yang menggunakan kelotok. Dulu warga SP A, Kebumen, SP B, Banjar, pakai kelotok. Tapi setelah jalur darat lebih mudah, ada mobil tambang, peminat kelotok beralih pilihan. Saat ini kelotok masih penting untuk angkutan barang belanjaan dari pasar Sambas.
Melalui sungai, kami bisa menyaksikan Gertak Sabok yang monumental. Rumah di tepian sungai yang biasanya disinggahi kelotok untuk memuat barang, baik itu karet ataupun kayu ataupun warung-warung langganan yang selalu menutipkan bon belanjaan pada juragan kelotok. Rumah atau jamban terapung bisa disinggahi untuk tumpang buang hajat kalau kebetulan kelotoknya tidak ada wc.
Rumah-rumah itu sudah tua. Sudah reot sana-sini. Ada yang masih bertahan hingga kini, dengan berpenghuni dan aktivitas niaga. Ada juga yang sudah kosong tak berpenghuni.
Sensasi menyusuri sungai memang lebih asyik dan santai. Lelah hilang, otak refresh dan tenang. Terlalu banyak kenangan di sepanjang sungai Sambas yang harus dituliskan. Ditulis dalam sebuah catatan agar kelak anak cucu bisa mengenang dan tahu asal daerah nenek moyangnya. InsyaAllah. (*)