Oleh: Turiman Fachturahman Nur
AD/ART FPI saja bisa dinyatakan melanggar atau tak sesuai dengan substansi UU ormas. Jadi, bukanlah salah yang dilakukan Prof. Yusril Ihza Mahendra yang memandang AD/ART partai politik— khususnya Partai Demokrat yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono —sebagai produk sebuah prosedur yang jadi kekuatan mengikat.
Secara subtansi, ingin diminta “fatwa” kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga negara yang menjalankan peraturan perundang-undangan. Dari sisi ini, Yusril ingin membuka kepada para ahli hukum tata negara, bahwa hardware dan software yang dihasilkan oleh proses hukum tata negara sebagai produk hukum negara ingin diuji.
Jika AD/ART FPI bisa dimasalahkan oleh hukum negara, apalagi AD/ART partai politik. Sebagai salah satu infrastruktur kemasyaratan, keberadaannya diatur lewat UU partai politik sebagai produk hukum tata negara. Juga diatur melalui peraturan menteri kehakiman yang mewajibkan AD/ART partai politik sebagai konstitusi partai politik diklarifikasi hukum. Hanya, secara kategorisasi hukum apakah materi muatan AD/ART Partai Politik diklasifikasi sebagai peraturan perundangan?
Jika kita baca definisi peraturan perundang-undangan dalam konstruksi hukum, tertulis dalam hal ini Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
Yusril menggunakan klausul “ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”. AD/ART Partai Politik adalah produk hukum yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang melalui prosedur peraturan perundang-undangan.
Jadi Yusril memandang produk hukum negara sebagai produk politik atau produk kekuasaan negara perlu diuji kekuatan mengikatnya. Dari sisi substansi yang keberadaan ditetapkan oleh lembaga negara seperti KPU dan oleh Pejabat yang berwenang.
Namun inilah keahlian Yusril mencari “celah hukum negara” sebagai produk politik dengan pendekatan hubungan hukum negara dengan politik yang diwakili oleh partai politik—yang keberadaannya diatur dengan Undang Undang Partai Politik dan AD/ART ditetapkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan menteri kehakiman atas perintah Undang Undang Kehakiman serta juga diatur dengan Undang Undang beserta peraturan Perundang-Undangan penjabaran.
Bagi kita yang memahami hukum tata negara yang bersifat statis dan dinamis, Yusril sedang menguji MA sebagai lembaga negara apakah mengeluarkan fatwa terhadap AD/ART partai politik menurut konsep hukum negara dalam hal ini hukum tata negara yang bersifat dinamis. Yusril mencoba test case terhadap materi muatan dan keberadaan AD/ART sebagai produk yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang atau oleh lembaga negara dalam hal ini MA, menggunakan kekuasaan hak menguji materil sesuai konstruksi hukum definisi peraturan perundang-undangan sebagaimana konstruksi hukum pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 2011.