Oleh: Yesa Anggriani
Maryam adalah Ibu dari Nabi Isa as. Maryam adalah perempuan suci yang dianugerahi
seorang bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan tanpa melalui hubungan badan dengan laki-laki. Berita kehamilan Maryam telah tersebar ke seluruh kaum Bani Israil. Kaum Bani Israil mengatakan bahwa yang menghamili Maryam adalah Yusuf. Mendengar semua tuduhan tersebut Maryam lantas bersembunyi dan mengasingkan dari semua orang ke Desa Baitlaham (Betlehem). Waktu melahirkan kian dekat, Maryam merasakan sakit dan menderita atas semua keadaan yang di alaminya.
Dengan perintah Allah datanglah malaikat Jibril untuk menghiburnya dengan
mengatakan, “Jangan bersedih atas proses melahirkan ini, karena Allah telah menyediakan
fasilitas di dekatnya, ada sebuah pohon kurma dan sungai yang tak jauh darinya sehingga
maryam bisa memandikan anaknya.” Di sinilah Maryam melahirkan seorang bayi laki-laki
yaitu Nabi Isa as yang merupakan rahmat Allah bagi seluruh manusia.
Setelah merasa sehat dan kuat akhirnya Maryam memutuskan untuk kembali ke tempat
asalnya yaitu di Baitul Maqdis. Allah berfirman memerintahkan Maryam untuk berpuasa,
bukan hanya sekedar tidak makan dan minum, tetapi juga melarangnya untuk tidak berbicara
kepada semua orang. Ketika Maryam ditanya oleh penduduk desa siapa ayah dari anaknya,
lantas Maryam menunjuk ke anaknya untuk menjawab pertanyaan tersebut, dan atas perintah
Allah SWT Isa yang masih bayi itu menjawab semua pertanyaan penduduk desa.
Isa menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah!” (pangkal ayat 30). Isa Al
Masih yang dalam buaian, dalam gendongan atau ayunan itu sendiri berkata: “Sesungguhnya
aku ini adalah hamba Allah!”
Dari sinilah puasa bisu Maryam diabadikan dalam surah Maryam ayat 26 yang artinya,
“Maka makan, minum dan bersenanglah hati kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: sesungguhnya aku tekah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”
Esensi Bulan Ramadan
Ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat, pengampunan dosa, dan merupakan
ladang ibadah yang harus ditunaikan oleh seorang hamba Allah SWT. Ibadah puasa Ramadhan dilaksanakan setahun sekali, dengan berpuasa selama antara 29 dan 30 hari, dimana kita akan menahan diri dari rasa lapar, haus di mulai terbit hingga tenggelamnya fajar.
Bulan ini tentu banyak pengaruhnya terhadap sikap umat Islam. Dari yang buruk
menjadi baik, tidak gembira menjadi gembira. Karena pada bulan suci ini, Allah akan
melipatgandakan pahala jika kita menjalankan perintah-Nya dengan mengharapkan keridhoanNya.
Berpuasa di bulan Ramadhan merupakan bulan yang memiliki keistimewaan tersendiri
bagi umat muslim karena menurut HR. Bukhari No. 38 dan Muslim No. 860: “Barangsiapa
berpuasa ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Menurut Ibnu Kasir, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan berjimak
disertai niat yang ikhlas karena Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung. Puasa mengandung
manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecermelangan diri dari percampuran dengan
keburukan dan akhlak yang rendah.
Mengendalikan Nafsu dan Syahwat
Dalam diri manusia ada keinginan baik dan buruk. Nafsu adalah fitrah manusia, sebagai
ujian yang diberikan Allah kepada manusia yang cenderung berbuat dosa dan maksiat. Nafsu
yang tidak baik tersebut akan membawa manusia berbuat hal yang tidak baik. Berbohong,
memfitnah orang, mengadu domba, amarah, dan berbuat maksiat. Jika nafsu ini tidak
dikendalikan maka akan sangat berdampak negatif pada diri kita.
Syahwat sudah merupakat fitrah dan lumrah bagi manusia, yang jika dilakukan akan
menumbuhkan kesenangan pada dirinya. Syahwat juga menggerakkan manusia melakukan hal-hal yang menyimpang. Karena pada dasarnya, manusia memiliki kesenangan akan lawan jenis, harta kekayaan, juga hal-hal yang mewah. Banyak orang rela melakukan apa pun untuk
mendapatkannya, bahkan menggunakan cara yang tidak baik sekalipun, sehingga terjadi
penyimpangan nafsu syahwat.
Salah satu cara mengendalikan penyimpangan syahwat ialah dengan berpuasa, karena
berpuasa bukan hanya sekadar menahan lapar akan makan dan minum, tetapi pada dasarnya
mengendalikan perilaku. Muhammad SAW bersabda: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di
antara kalian mampu menikah, maka hendaklah segera menikah, dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, sesunguhnya ia bisa menjadi penawar nafsu.”
Dari sabda Rasulullah di atas, seseorang yang sudah cukup umur untuk menikah pasti
memiliki syahwat biologis di dalam dirinya. Jika seseorang belum mampu untuk menikah, dan
khawatirnya akan terjerumus ke dalam perzinahan. Maka, Rasulullah SAW menganjurkannya
supaya berpuasa agar bisa mengendalikan syahwat di dalam dirinya.
Pengendalian diri merupakan kesabaran kita dalam menahan kemauan yang berlebihan,
pengendalian diri atas sesuatu yang berlebihan dilakukan dengan berpuasa yang berlandaskan niat. Niat, yaitu perbuatan yang diniatkan karena Allah SWT. Niat adalah penjelasan nyata kepada seseorang agar melakukan sesuatu tanpa ragu-ragu dan rasa takut. Hamba yang memerangi nafsunya dengan niat mendapat kecintaan dan keridhoan Allah SWT, sesungguhnya akan dipermudah oleh Allah SWT di jalannya.
Puasa juga berperan dalam mengendalikan diri kita agar selalu memiliki akal yang
jernih dan di jalan Allah, bukan dikendalikan oleh nafsu semata. Allah SWT berfirman:
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi” (QS. Al-A’raf)
Pada tahun 2023 ini marilah kita menjalani bulan suci Ramadhan 1444 H dengan penuh
kegembiraan, berlomba-lomba dalam mengerjakannya dengan mengharapkan segala hal yang baik terjadi. Supaya jiwa kita penuh dengan kedamaian, tidak terjerumus ke dalam kesesatan.
Berbagi kepada orang yang membutuhkan agar semua umat muslim bisa merasakan nikmatnya bulan suci Ramadhan dalam suasana yang gembira, saling memberikan semangat agar tetap berada di jalan Allah SWT.
(Penulis, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Tanjungpura)