Matahari baru saja melewati tengah hari sembilan menit yang lalu. Angin lembut dari dataran bawah menembus dedaunan Liang liu menerpa wajah Pak Tua yang sedang duduk di bawah pohon sawo.
Beberapa helai rambut putih bergoyang riang menyambut semilir angin sepoi itu. Rasa kantuk pun mulai menggoda. Ia memasuki ‘slow wave sleep’, tidur-tidur ayam. Suara gacor burung prenjak di pucuk pohon belinjo menggoda kenyamanannya.
“Permisi! Selamat siang, Pak De!”.
Antara mimpi dan nyata, ia merasa mendengar salam ini. Mengejapkan mata beberapa kali Dan, mulut pun sedikit ternganga. Kaget. Melihat siapa yang datang.
‘Oh, dokter Yos’, desisnya.
“Silah naik, Dok” Ucapnya.
“Tak usah, Pak De. Kita duduk-duduk di teras saja. Saya ingin menikmati desiran angin pegunungan, Pak De ”. Kata si tamu. Mereka pun beriringan menuju ke teras depan.
“Dokter mau minum apa? Panas atau dingin?!” Kata Pak Tua sambil menghilang di balik pintu.
“Dingin, Pak De”
“Kebetulan ada air kelapa serabut merah. Mungkin jarang ditemukan di sana.” Kata pak Tua.
“Langkah saya ke sini juga kebetulan, Pak De. Tadi pagi kami mengawal bapak studi banding ke rumah sakit sebelah itu. Siang ini hingga sore nanti acara bebas. Karena itu, saya ijin ke sini sebenttar. Bapak titip salam”
“Salam kembali, untuk Pak Gub. Nanti!”
“Baik. akan disampaikan”
“Sudah berapa tahun, ya Pak De, kita tak berjumpa?”
“Sejak Dokter menjadi dokter pribadi Pak Gub. Sekitar tujuh tahun lalu. Begitu pensiun kami pindak ke sini. Kebetulan, ada rumah yang cocok lokasi dan cocok harga”
“Tadi saya sempat berkeliling. Semua fasilitas umum tampaknya tersedia di sekitar sini, ya. Cocok untuk para purna bakti”.
“Betul Dok. Cuma jauh dari kota. Sekitar 20 km, mungkin lebih”
“Udara juga bersih. Pak De tampak jauh lebih segar. Bagaimana obatnya?”
“Tetap rutin seperti dulu, Dok. Tiap dua minggu saya mengambil ke BPJS sini”
“Oooo, syukurlah”
“Saya kira, Pak De mencari second opinion, seperti yang kami sarankan dulu”
“Tidak!, Dok. Saya yakin Dokter dan tim sudah melakukannya secara profesional. Saya dengar, Dokter juga telah berkonsultasi ke pusat, bahkan ke beberapa rekan sejawat di luar”
“Saya juga tidak menemui ‘orang pintar’, walau banyak kawan menyarankan” Pak Tua tarik napas sebentar. Lanjutnya.
“Kami, saya dan istri, menemukan penyembuh sejati dan tanpa biaya apa pun” Kata Pak Tua diam sejenak. Lanjutnya.
“Apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan kamu akan menerimanya, Matius 21:22, Dok”
“Sedangkan dalam Matius 9:28 tertulis, ‘Percayakkah kamu Aku dapat melakukannya’. Dua ayat ini Dok yang menginspirasi kami pada proses penyembuhan saya, Dok”
“Oohhh” Respons dokter Yos sambil menganguk-angguk. Paham!
Pak tua berdiri, masuk ke dalam rumah, tanpa permisi lebih dahulu, kepada tamunya.
Dokter Yos, kembali meneguk air kelapa. Sambil berdiri meluruskan kaki, ia menyapukan pandangannya menembus deretan pohon liang liu yang tumbuh subur di depannya.
“kedua ayat itu menjadi dasar paparan dari buku ini”. Kata Pak Tua ketika kembali sambil mnunjukkan buku kecil yang baru saja diambil dari dalam rumah.
Pembicaraan pun berlanjut. Sebuah orasi panjang mengalir dari bibir Pak Tua tanpa dapat disela oleh tamunya.
Saya ingin sembuh. Saya percaya Ia akan mengabulkan keinginan itu pada waktu yang sesuai dengan rencana-Nya.
Sesuai dengan nasehat di buku itu, saya juga mengubah paradigma berpikir, dari sakit ke sehat. Dengan begitu, kepada siapa pun saya katakan: ‘saya sehat, hanya sedikit tidak enak badan’.
Saya juga tidak berusaha mencari penyebab sakit saya, apakah serangan penyakit atau serangan seseorang. Biarlah itu menjadi fakta masa lalu yang tidak akan kembali.
Pun juga, saya tidak berandai-andai tentang yng akan terjadi, apakah sembuh atau tidak. Karena itu, hanya ilusi semata.
Dengan berpikir seperti ini, saya, Dok, tidak terjepit oleh rasa kecewa atau dendam masa lalu dan kecemasan akan masa depan.
Saat ini, yakin saya ‘on the track’ menuju ke kesembuhan. Saya menikmati perjalanan menuju ke kota tujuan ini. Saya sembuh.
Bagaimana prosesnya? Saya tidak tahu.
Ibarat sedang naik kereta api. Saya percaya Dokter dan semua merawat serta keluarga, sungguh sedang membawa saya ke kota tujuan, ‘KESEMBUHAN’.
Dampaknya sungguh luar biasa. Seperti yang Dokter saksikan sekarang ini.
“Inilah kilas balik kisah penyembuhan saya setelah ke luar dari rumah sakit dulu, sepuluh tahun yang lalu. Dok. Terima kasih banyak, Dok. Dokter sungguh manjadi tangan-Nya dan berhasil membawa saya ke kota tujuan, SEMBUH!”. Pak Tua menutup paparannya.
“Wah, saya sampai tidak bisa berkata apa pun, Pak De. Sungguh di luar nalar saya.” Kata si tamu sambil menarik napas dalam-dalam.
“Pengalaman Pak De ini akan saya sertakan dalam setiap terapi ke depan.
Ibarat kereta wisata saya akan berlaku sebagai masinis sekaligus pemandu wisata.
Sebagai masinis, saya akan meyakinan para pasien bahwa berada di dalam sebuah gerbong kereta yang benar akan mengantar mereka menuju kota tujuan, ‘kesembuhan’.
Selama perjalanan, sebagai pemandu wisata, saya akan mengajak pasien menghirup udara segar di dalam gerbong sembari menikmati pemandangan di kanan kiri yang dilewati”
Sambil melihat jam yang tergantung di dinding teras, Dokter Yos berkata,
“Nampaknya sudah cukup lama saya di sini Pak De. Terima kasih banyak. Kisah penyembuhan Pak De sungguh menginspirasi saya. Saya minta diri. Salam untuk ibu”
“Baik Dok, nanti saya sampaikan. Terima kasih atas kunjungannnya. Banyak salam untuk Pak Gub” Kata Pak Tua.
Setelah mobil tamunya menghilang di tingkungan, Pak Tua kembali duduk di bawah pohon sawo. Nyanyian burung tekukur di pucuk pohon menimpali lagu ‘Amazing Grace’ mengalun dari bibir keriput Pak Tua. Pujian syukur kepada Sang Penyembuh abadi.
19 Maret 2022
Samping Lali Jiwo. Jakal.
Leo Sutrisno